Situasi Tuberkulosis di Indramayu dengan Kegiatan Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit TBC

Dikabarin – Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.

TBC utamanya menyerang jaringan paru-paru, namun juga dapat menyerang organ tubuh lain. Seperti selaput otak, selaput paru-paru, usus, kulit, tulang, kelenjar getah bening, dan lainnya ketika bakteri TBC keluar dari paru-paru melalui aliran darah.

Hal itu, diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, H.Wawan Ridwan baru-baru ini.

Kondisi ini, lanjut dia, disebut TBC Ekstra Paru. Tuberkulosis (TBC) masih merupakan ancaman kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data WHO Global TBC tahun 2023, kasus TBC menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah COVID-19 pada tahun 2022 dan lebih dari 10 juta orang terjangkit penyakit TBC setiap tahunnya.

“Mengacu pada laporan TBC Global yang diterbitkan oleh WHO Tahun 2023, Indonesia menempati posisi kedua setelah India dengan kasus sebanyak 1.060.000 dan kematian sebanyak 134.000. Terdapat sekitar 15 orang yang meninggal akibat TBC setiap jamnya di Indonesia,” jelas dia.

Wawan juga menyebutkan, pada tahun 2023, Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan kontribusi jumlah kasus Tuberkulosis tertinggi di Indonesia yang berjumlah 223.719 kasus, sedangkan di tahun 2024 jumlah kasus TBC per 30 Juni (per-semester I) Provinsi Jawa Barat mencatat 112.116 kasus.

Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2024 per 30 Juni (per-semester I) Kabupaten Indramayu kasus TB sudah mencapai 2.790 kasus.

“Penularan TBC sangat cepat terjadi, bakteri TBC dapat menular melalui udara ketika percikan dahak orang dengan TBC paru keluar saat batuk, bersin dan berbicara. Percikan-percikan dahak yang mengandung bakteri dapat melayang-layang di udara 1-2 jam, sehingga ada kesempatan terhirup oleh orang lain,” terang dia.

Dikatakannya, sebagian kuman yang melayang mati terkena sinar matahari, sebagian lagi terbang bersama angin. Kuman TBC bertahan berjam-jam, bahkan berbulan-bulan di tempat lembab dan gelap.

Gejala utama penyakit Tuberkulosis adalah batuk berdahak secara terus-menerus (berdahak maupun kering), sesak nafas dan nyeri pada dada, demam meriang berkepanjangan, batuk bercampur darah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, berkeringat pada malam hari meskipun tidak melakukan kegiatan, lemah/letih, lesu, terdapat pembesaran kelenjar getah bening di daerah tepi leher.

Kelompok yang paling beresiko terkena penyakit Tuberkulosis yaitu orang dengan HIV (ODHIV), orang usia lanjut, orang dengan diabetes mellitus, orang dalam terapi steroid/menekan imunitas, perokok aktif, anak-anak dan orang dengan kontak erat atau kontak serumah dengan pasien TBC.

Untuk menuju target eliminasi TBC tahun 2030, terdapat beberapa strategi penemuan pasien TBC yang tidak hanya fokus “secara pasif dengan aktif promotif” tetapi juga melalui “penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat” dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan layanan TBC yang bermutu sesuai standar.

“Guna mempercepat penemuan kasus TBC, Tim kerja TBC Kementrian Kesehatan RI melakukan upaya akselerasi melalui kegiatan active case finding (ACF) dengan skrining aktif mobile X-Ray pada populasi kontak serumah dan kontak erat. Hal ini diharapkan dapat menemukan kasus yang belum ditemukan (Undetected cases) dan juga meningkatan penemuan kasus ILTB untuk pemberian TPT pada kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC di 8 provinsi termasuk di Jawa Barat, salah satunya Kabupaten Indramayu,” ungkapnya.

Masih dikatakannya, kegiatan active case finding (ACF) di Kabupaten Indramayu telah dilaksanakan pada tanggal 18 Maret – 02 Mei 2024 di 49 Puskesmas.

Sumber daya Manusia yang terlibat dalam kegiatan Pendampingan Penemuan Kasus Tuberkulosis dengan Skrining X-Ray dan Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) Pada Kontak Serumah dan Erat Pasien TBC di Kabupaten Indramayu diantaranya yaitu 3 orang perwakilan dari seksi P2PM Dinas Kesehatan Kab.Indramayu, 3 orang perwakilan dari FKTP/FKRTL yakni dokter, analis laboratorium dan petugas TB, 2 orang dari Komunitas/Kader, 7 orang dari PT Cakra medika selaku Penyedia Jasa Skrining.

Laporan hasil yang didapatkan dari kegiatan Penemuan Kasus Tuberkulosis dengan Skrining X-Ray dan Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) pada Kontak Serumah dan Erat Pasien TBC di Kabupaten Indramayu yaitu sebanyak 12699 peserta di skrining gejala TB, 11729 peserta yang dilakukan pemeriksaan X-Ray, 1534 peserta yang TCM, 1704 peserta dilakukan pemeriksaan TST/Mantoux test, dan 294 peserta yang diberikan TPT.

“Dengan adanya kegiatan tersebut, Kabupaten Indramayu capaian penemuan terduga TBC pada kontak serumah dan erat meningkat dari 6316 menjadi 17313 terduga, ” ujarnya.

Capaian penemuan kasus TBC secara dini meningkat dari 1429 menjadi 2790, serta penemuan kasus Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) untuk diberikan TPT juga meningkat.

Selain pelaksanaan kegiatan secara aktif dan promotif, Kabupaten Indramayu juga berusaha mewujudkan layanan TBC yang berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan, salah satunya melalui kegiatan Coaching TB.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terkait layanan TBC yang berkualitas sesuai standar yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 67 tahun 2021 dan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tuberkulosis (PNPK TBC 2019), meningkatkan pemahaman fasyankes terkait program nasional TBC, menguatkan komitmen manajemen fasyankes dalam program TBC, meningkatkan kapasitas tim TBC, mendorong implementasi jejaring internal TBC yang komprehensif, mendorong keterlibatan fasyankes dalam jejaring eksternal layanan TBC.

“Kegiatan coaching TB dipandu oleh coach yang berasal dari KOPI TB (Koalisi Organisasi Profesi Indonesia), Asosiasi Fasilitas Layanan Kesehatan, dan Lembaga terkait lainnya. Kegiatan ini sudah dilakukan sebanyak 4 kali di dua faskes yaitu di RSUD Pantura M.A Sentot Patrol dan RS Mitra Plumbon Patrol,” tandasnya.

Lebih jauh dikatakannya, kegiatan lainnya yang telah dilaksanakan di Kabupaten Indramayu yaitu MICA (Monthly Interim Cohort Analysis) TBC Resisten Obat (TBC RO). Menurut data SITB di Kab.Indramayu per 5 Juli 2024, telah tercatat sebanyak 45 terduga yang ternotifikasi TB RO belum memulai pengobatan.

Semakin bertambahnya jumlah pasien TB RO, tantangan yang dihadapi juga semakin kompleks. Salah satunya adalah gap antara kasus yang terdiagnosis TBC RO dengan yang memulai pengobatan (initial loss to follow up).

Dalam rangka memperkecil gap tersebut, Kab.Indramayu melaksanakan kegiatan rutin evaluasi bulanan terkait kasus-kasus TBC RO yaitu melalui kegiatan Monthly Interim Cohort Analysis (MICA).

Kegiatan MICA TBC RO di Kabupaten Indramayu telah dilaksanakan dari tahun 2022, sedangkan di tahun 2024 kegiatan MICA TBC RO baru dilaksanakan sebanyak 2 kali dengan menghadirkan petugas TB dari 18 Puskesmas diantaranya yaitu Puskesmas Anjatan, Puskesmas Babadan, Puskesmas Bangodua, Puskesmas Bongas, Puskesmas Cantigi, Puskesmas Cidempet, Puskesmas Cipancuh, Puskesmas Jatibarang, Puskesmas Bugis, Puskesmas Cemara, Puskesmas Cikedung, Puskesmas Gabuswetan, Puskesmas Gantar, Puskesmas Kandanghaur, Puskesmas Kertawinangun, Puskesmas Kedokan Bunder, Puskesmas Kertasemaya, dan Puskesmas Kerticala.

Dengan adanya kegiatan MICA secara rutin, pasien terkonfirmasi TBC RO dapat memulai pengobatan, pasien terkonfirmasi dan diobati TBC RO mendapatkan enabler secara rutin setiap bulan, serta status pasien TBC RO dapat termonitor baik dalam pengobatan, sembuh, lengkap, pindah pengobatan, mangkir, putus berobat dan meninggal.

“Selain itu, kegiatan MICA TBC RO juga dapat memperkuat komunikasi dan jejaring terkait layanan TBC RO antara Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dengan Fasyankes TB RO, Puskesmas maupun komunitas,” tutup dia.

(Ikh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

PT.Manda Dev Digital